(Refleksi kecintaan kader HMI ditengah badai krisis yang menimpanya)
Oleh : Rano Rahman*
Jauh dari Kalimantan Tengah ini tepatnya di Yogyakarta 5 februari 1947 sebuah organisasi mahasiswa islam di bentuk. Organisasi itu ketika baru berdiri banyak ditentang orang, dari Liga Mahasiswa Yogyakarta (LMY) yang komunis sampai Gerakan Pemuda Islam (GPI) organisasi Underbow partai MASYUMI. Organisasi itu bernama Himpunan Mahasiswa Islam atau lebih dikenal dengan kependekannya HMI. Entah mengapa organisasi mahasiswa Islam itu diberi nama Himpunan, saya fikir pasti ada sesuatu dibelakang namanya. Awal perjalanan gerak organisasi ini sangat mengagumkan paling tidak 25 tahun perjalanan hidupnya adalah masa sulit penuh tantangan dimana organisasi ini lulus sejarah.
Sejarah organisasi ini akhirnya sampai ke Bumi Tambun Bungai ini, pada dekade 60-an ekspansi organisasi HMI mampir Kalteng. Lebih dari dua puluh periode kepengurusan HMI Cabang Palangkaraya telah terbentuk, tetapi kondisi HMI semakin lama semakin tak terdengar kabar beritanya, setelah beberapa kali semarak, beberapa kali dalam keemasan. Aktifitasnya kini kurang populer dikalangan mahasiswa, terutama dikampus-kampus exellent. Hingar - bingar aktifitas organisasi HMI tak terdengar lagi, yang ada hanya hiruk pikuk keangkuhan dalam buai romantisme sejarah, dimana HMI saat ini ?. Ini berdasarkan dari alumni HMI yang saya temui, saya katakan pada alumni HMI itu bahwa HMI Cabang Palangkaraya saat ini masih eksis, kami bikin kegiatan ini dan itu, alumni yadi menyanggah dikatakannya lagi ‘Tapi tidak seperti jamannya anu…kepengurusan si Anu’, intinya sekarang HMI banyak kekurangannya. Akhirnya saya hanya menarik napas.
HMI adalah organisasi mahasiswa tapi mengapa saat ini sedikit sekali mahasiswa yang berminat masuk menjadi anggota HMI ? tidak seperti dulu. Sekali lagi “tidak seperti dulu” , saya ada jawaban atas hal ini. Diantaranya disebabkan karena kebanyakan mahasiswa sekarang tidak lagi mengenal HMI. Statmen saya mungkin dianggap berlebihan tetapi ini adalah realitas yang telah saya buktikan, tidak percaya silahkan tanya kepada mahasiswa di UNPAR, ambil saja sampel mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia angkatan 2004 atau jurusan teknik sipil angkatan 2004 tanyakan langsung atau sebarkan angket tentang apakah mereka mengenal HMI ? sejauh mana mereka mengenal HMI ? jawaban serempak akan kita dapatkan bahwa mereka tidak mengenal HMI, organisasi apa itu HMI dimana kedudukannya, sudah pasti mahasiswa yang baru muncul dikampus lebih tidak mengenal lagi tentang HMI. Kondisi ini merupakan fenomena atas HMI saat ini, bukan hanya di UNPAR atau Cabang Palangkaraya kondisi ini bisa kita jumpai di UGM, Universitas Indonesia bahkan hampir diseluruh tanah air “Indonesia”. Sebuah kenyataan yang harus kita bicarakan terus menerus hingga ditemukan jalan keluarnya sehingga eksistensi HMI bukan hanya ulasan tentang kondisi masa lalu yang gemilang.
Contoh diatas hanya kasus atas mahasiswa lain diluar anggota HMI, ada yang lebih parah yang menimpa HMI saat ini. Sungguh ironi saat saya menyelenggarakan up grading kecil kecilan yang dihadiri lima belas anggota di HMI STAIN Palangkaraya, kasusnya adalah tidak kenalnya anggota HMI terhadap HMI sendiri, saya berfikir apalagi nilai – nilai yang ditawarkan HMI (doktrin ideologis HMI ) yang bersumber dari nilai – nilai dasar perjuangan (NDP) HMI. Soal pertama yang paling mudah adalah siapa pendiri HMI ? ternyata masih ada yang bingung, soal selanjutnya: apa tujuan HMI? (tanpa harus merinci tafsirnya) para anggota HMI tersebut masih bingung. Semakin penasaran saya dibuatnya, kemudian soal selanjutnya adalah apa sifat, fungsi dan peran HMI, serta bagaimana strukutur hierarkis kepengurusan HMI ?, para anggota HMI masih ada yang belum tahu, yang nampak di wajah adik – adik anggota HMI peserta Upgrading Managemen Organisasi dan Kesekretariatan (MOK) adalah masih adanya ekspresi kebingungan untuk mencari jawaban. Atau saudara - saudara juga masih bingung atas jawaban soal – soal saya tadi. Mungkin bagi para senior hal seperti ini juga merupakan sebuah kasuistik dari sebuah “kisah klasik di HMI”.
Gerangan apa yang terjadi di tubuh HMI saat ini, potret HMI dimata anggotanya sendiri tidak utuh ibarat potret separuh badan, atau bahkan secuil potret badan HMI, mereka atau kita sendiri tak begitu mengenal sisi – sisi kehidupan himpunan yang kita cintai ini. Ya, semua yang hadir disini adalah orang – orang yang cinta pada HMI, meski kita tak pernah bilang terus terang bahwa kita mencintai HMI, tetapi dengan hadirnya abang – abang, kanda – kanda di forum ini kalau boleh saya menilainya ini merupakan bukti kecintaan kita pada HMI. (atau kalau perlu mari kita berbisik untuk HMI, HMI dengar kesungguhanku bahwa karena Allah aku mencintaimu)
Setelah kita bicarakan tentang cinta tadi, ada yang tak boleh terlewatkan sebelum anda melanjutkan membaca penggalan kegalauan hati ini, saya ingin bertanya :
Adakah terlintas di kepala kita tentang upaya untuk menyelamatkan HMI tercinta dari badai krisis yang sedang menimpanya ?. Sekali lagi mari renungkan bersama, apa yang harus kita perbuat, caranya, bentuknya seperti apa? agar HMI dapat diselamatkan dari keadaan yang telah menimpanya ?
Menjadi kewajiban kita untuk mengentaskan HMI dari keterpurukan, karena kita cinta HMI dan cinta itu perlu pengorbanan untuk membuktikannya. Terlepas dari segala pengorbanan kita baik kadar maupun jumlah pengorbanan untuk HMI dimasa lalu, mari kita beranjak dari kondisi yang tidak menyenangkan ini, kita bangun kebersamaan yang selama ini masih tercabik, kita satukan pemikiran, kita wujudkan dengan usaha nyata, kita bangkit lagi, bersama kita bangkit, yakin…yakin…yakin usaha sampai. insya Allah.
Kita semua adalah generasi muda Islam, generasi milik umat dan bangsa. Diharapkan posisi kader umat dan bangsa bisa melekat pada kader HMI termasuk di Cabang Palangkaraya, meski bagi kader HMI gelar itu merupakan gelar yang berlebihan sebenarnya, karena sampai saat ini masih sedikit kader HMI yang teguh pendirian atas pengabdiannya untuk umat dan bangsa. Yang sangat diharapkan dari kader HMI dalam posisinya sebagai kader umat dan bangsa adalah; setelah lulus dari akademi elit “HMI”, alumni HMI ada bedanya dengan sarjana lainnya. Sarjana HMI merupakan out put tujuan HMI, insan didikan HMI adalah insan Ber-Iman, ber-Ilmu dan Ber-Amal [beramal sebagai wujud pertanggung jawaban atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridloi oleh Allah Subhanahu Wa ta’ala (Baldatun Thoyyibatun Warabbun Ghofuur)].
Untuk kita harus sadar sesadar – sadarnya, bahwa kita ber-HMI bukan hanya untuk rame-rame, sok aktivis, tetapi kita disini adalah belajar dan berjuang. Hakikat berjuang di HMI bukan setelah menjadi alumni HMI tetapi saat ini kita juga adalah pejuang, HMI adalah alat perjuangan kita . Organisasi perjuangan akan terasa perannya bila organisasi itu kuat dan solid. Bagaimana dan seperti apa jalan untuk menguatkan HMI kembali ? mari kita jawab dengan pleno ini.
Karena kita telah menyintai HMI maka kita kita harus berjuang dengan HMI, kita buktikan kecintaan kita dengan ketulusan hati dalam wujud mencipta dan mengabdi. Kita harus tetap mencintai HMI meski kita tak pernah “katakan cinta” pada HMI.
1 comments:
Saya sepakat dengan Anda... siapa lagi yg akan menyelamatkan HMI kalo bukan kita, para kadernya?
Salam dr kader HMI Cabang Malang. Kalo sempat, kunjungi saya di http://siyasatuna.blogspot.com
Posting Komentar