Kawan apa kabarmu sekarang, apakah aksi-aksi penentangan terhadap keputusan pemerintah masih jalan di sini, dikotama ini, yach walaupun sepi aku percaya bila di hatimu tak pernah padam rasa rindu kepada keadilan. Dalam surat ku kali ini aku ingin berbincang dengan cukup banyak kata, semoga kau tak bosan untuk membacanya.
Selamat untuk SBY-JK yang telah sukses mengemban amanah selama setahun dengan berbagai keberhasilannya". Berhasil menggusur pedagang kaki lima, berhasil memprivatisasi pendidikan, memprivatisasi air, berhasil menaikkan harga BBM lebih dari 100 %, berhasil mematikan UKM, berhasil menyengsarakan rakyatnya, dan keberhasilan-keberhasilan spektakuler lainnya.
Kalimat diatas merupakan salah satu dari empat puluh satu email yang dikirim kawan-kawanku dari beberapa daerah, jika membacanya sekali lagi aku menjadi terdiam saeakan mengenang lintasan perjalanku sebagai bagian dari gerakan mahasiswa.
Setelah beberapa saat hal itu, membuatku sadar bahwa saat ini tentunya kawan kawan yang menamakan diri sebagai bagian gerakan mahasiswa bisa tersenyum "simpul" melihat keberhasilan-keberhasilan tersebut. Hebat......., salut buat SBY-Kalla !!!., salut juga untuk gerakan mahasiswa.....
Ya,... mungkin hanya itu yang dapat aku katakan saat ini. Aku bahkan menjadi teringat pada sebuah pertanyaan seorang kawan menjelang rapat mempersiapkan aksi menolak kenaikan harga BBM, di bertanya “ Apa yang kita lakukan bila perjuangan ini tidak berhasil ? bukti kegagalan aksi mahasiswa seperti ini sudah ada, dari jamannya Mega, sampai pada aksi menolak keputusan (bukan kebijakan karena tidak bijak) SBY untuk menaikan harga BBM dan aksi - aksi penentangan lainnya”. Malam itu aku cuma jawab kita lakukan saja dahulu, masalah hasil hanya waktu yang akan menjawab, aksi yang kita susun harus berbeda dengan aksi sebelumnya, misalnya kita targetkan chaos bentrok dengan aparat atau yang lainnya.
Tempo lalu kau bilang bila aksi demonstrasi yang kita lakukan itu tidak efektif lagi. Menurutku aksi jalanan bukan tidak efektif, tapi karena selama ini aksi-aksi yang dilakukan teramat sangat kecil jadi tidak mungkin direken (didengar) oleh si penguasa. Jangan lupa, SBY itu figur populis yang dipilih dengan pemilu yang paling demokratis selama ini di Indonesia, 61% pemilih Pilpres kemarin aku kira yang membuat pemerintah begitu pede menghadapi demo-demo 'kecil-kecilan' itu.
Aku kira kau tak lupa pada statemen SBY menjelang kecerobohannya menaikkan harga BBM kemarin: "Silahkan demo saya kalau keputusan saya salah..." kata SBY. Ughh....Betapa kita sebenarnya ditantang oleh SBY.
Dan, kalau kawan – kawan yang lain tahu..SBY sempat keder juga ketika digertak 15 ribu orang akan merangsek ke istana....dan benar ketika istana dikepung (meskipun tak sampai 5 ribu orang) SBY 'agak' ketakutan... "Saya sedih kenapa saya dianggap menyengsarakan rakyat," kata dia saat di Surabaya mengomentari aksi-aksi besar serentak di beberapa daerah. Kau tau komentarku, saat itu kubilang kepada kawan – kawan disini “kalau Presidennya saja sedih apalagi rakyat nya lebih dari sedih, bahkan rakyat kini sudah menangis meraung-raung sampai tak bersuara lagi, karena beratnya menanggung beban kenaikan harga BBM”
Aku kira SBY tidak akan melihat bahkan melirik kalau aksi-aksi kita tidak sekaligus massif.. Menurut perhitunganku minimal 20 ribu orang membuat macet istana sudah cukup untuk membuat bergaining dengan penguasa. Kalau cuma 10 atau 15 orang paling-paling cuma capek kepanasan.
Soo....
Mari berhimpun, tumbangkan kedzaliman. Jangan naif jangan konyol, setiap pilihan kita adalah aksi politik. Kenapa harus ragu berpolitik? Biar yang demo-demo dituduh ditunggangi kelompok politik, tapi itu kan karena kita tidak berfikir kalau ini memang benar-benar gerakan politis. Kacuali kalian memang berniat turun karena dibayar. Itu soal lain. Aku sepakat dengan pendapatmu itu.
Ada hal lain yang harus kita ingat, gerakan politik hanya bisa disatukan kalau ada Common Enemy. Itu bos, jadi biarpun akan banyak orang berlatar belakang politik macem-macem asal kepentingan sama..why not ?........
Dan lagi.......Menurutku, aksi ke jalan (ekstraparlementer) adalah satu-satunya jalan dan cara untuk mengingatkan kedzoliman pemimpin kita. Karena (bukan omong kosong) parlemen kita tidak bisa diharapkan lagi. mereka sudah terlalu lembek dengan kontrol dari fraaksi-fraksinya.
Lihat saja betapa pertunjukan serba absurd dan sifat anomalitas Yang Terhormat Anggota Dewan itu..."Ini politik, bos," ucap Rama Pratama si tetunggul mahasiswa era reformasi itu sambil terkekeh membuat justifikasi pilihan fraksinya
meloloskan kenaikan BBM.
Soo...
Jangan harapkan lagi keterwakilan. Wakili dirimu sendiri.
Kawan sampai saat ini aku masih teringat sms seorang teman yang ada di Jogja dia bilang saat detik - detik menuju jam disiarkannya harga BBM yang naik “tepatnya diDPRD DIY, disitu pusat keramaian, mahasiswa berteriak menunjukkan kepada masyarakat pedagang kaki lima, bahwa kita tidak hanya membela hak diri sendiri tetapi juga rakyat disekitar, tetapi yang terlihat seperti sebuah tontonan yang mulai melemah akibat kehabisan energi setelah seharian beraksi. Begitu juga kami disini kawan, aku sendiri bersama kawan kawan disini satu minggu setelah kenaikan harga BBM, rasanya masih ingin turun kejalan membawa kawan-kawan mahasiswa Palangkaraya menentang kebijakan gila itu, tapi mereka kelelahan sekaligus seolah patah semangat enggan aksi karena mungkin saat ini puasa telah dimulai, hanya itu jawaban sms untuknya setelah satu minggu tak kunjung kubalas.
Kau tahu sampai kukatakan “sungguh ironi gerakan mahasiswa seolah mati, tapi tidak ! kata kawan PMKRI dan HMI dengan lantang kepada ku.
Aku ingin bertanya padamu, di era privatisasi pendidikan, diera semakin susahnya bersekolah untuk kaum miskin, bagaimana cara mengajak 20.000 sampai 100.000 massa ideologis, dari rakyat kita.
Kau tahu yang ada di kepalaku saat ini bahwa rakyat kebayakan akan berfikir 100x lipat untuk mengikuti hal tersebut, karena pernah ada dan rasanya sakit berdarah - darah, pemerkosaan, penjarahan, kondisi yang chaos!!
Berteriak 1,7 , 100 , 20.000 orang, bahkan membunuh diri sendiri, selama sadar dan yakin dengan apa yang diperjuangkan merupakan kewajiban.transformasi keseluruh rakyat bahwa ada harapan kehidupan yang lebih baik... tapi bagaimana caranya membawa mayoritas diam yang tertindas itu ? kawan Moses yang katolik bilang hanya dengan Revolusi itu akan terjadi. Kutanyakan padamu haruskah revolusi ? merobohkan tirani kapitalisme dengan sistem yang lebih memihak kepada kepentingan publik.
Atau harus menunggu dana kompensasi tidak nyampe kemasyarakat, menambah daftar orang miskin akibat minyak tanah melambung sampai Rp3500, bukan hanya 1.000.000 buruh di PHK tahun depan (menurut Fahmi Idris) tapi bisa jadi berlipat, menunggu rakyat yang benar - benar putus asa, sehingga tidak hanya di Bali membunuh dirinya sendiri bahkan tiap wilayah kabupaten..?
Sehingga tidak hanya 20.000 atau 100.000 tetapi bisa jadi 200.000.000 lebih akan memperjuangkan haknya lewat ekstra parlementer !!!
Kenaikan harga BBM adalah fakta yang tidak bisa kita pungkiri. marah, kecewa, bahkan kalo bisa ingin berteriak sekeras kerasnya bukan hanya di saat jauh darinya tapi di depan mata Presiden atau bahkan menurunkan SBY-Kalla, yang telah mengorbankan kepentingan rakyatnya. Namun menurutku ada hikmah yang harus diambil dari proses kenaikan BBM ini. Paling tidak kita menjadi sadar bahwa kebijakan energi di Indonesia sangat bermasalah. mulai dari korupsi dan in-efisiensi di tubuh Pertamina, posisi pemain asing dalam industri minyak, tidak adanya dana untuk eksplorasi minyak baru ( ingat bung ...!!!, cadangan minyak Indonesia tidak lebih dari 25 tahun lagi), mekanisme ekspor-impor minyak, pemborosan energi bahan bakar pada sektor transportasi, pemborosan BBM untuk tenaga listrik, gas alam dan batu bara yang belum dimanfaatkan secara optimal, belum lagi usaha-usaha pengembangan energi alternatif.
Kita semua sepakat kenaikan harga BBM bagaimanapun harus ditentang, namun aku pikir amat strategis jika HMI organisasi kita, atau bahkan seluruh mahasiswa di tanah air ini, mampu merumuskan sebuah draft kebijakan energi nasional secara menyeluruh, untuk mencukupi kebutuhan energi nasional untuk sepuluh, dua puluh, lima puluh, seratus, seribu tahun kedepan. Namun yang jadi persoalan mampukah HMI..mampukah mahasiswa.?. mengingat selama ini gerakan mahasiswa berhenti pada aksi penolakan, kemudian melemah seiring berjalannya waktu, kemudian menunggu moment untuk bangkit kembali.
Aku pikir kita akan menjadi garda depan gerakan mahasiswa, jika kita mampu merumuskan kebijakan-kebijakan yang sifatnya jangka panjang, tidak hanya sekedar menolak.
Kawan ….
Belakangan seorang kawan berkata jangan terlalu ngurusi negara, urus saja kampusmu yang sepertinya tidak punya pimpinan itu. Huh … kesal sekali bila kuingat itu, bagaimana tidak ! selama ini kau tahu bila kampusku itu kekurangannya di sana- sini mulai administrasi, waktu perkuliahan lambat, gedung laboratoriumku yang bocor bila aku kuliah saat hujan, sampai masalah tembok pentup jalan kekampus yang padahal adalah kewenangan pihak kampus untuk itu.
Kondisi kampusku Tentu beda dengan kampusmu disini.
Aku sadar Kita tidak akan lepas dari masalah politik nasional karena kita juga anak bangsa di Repunlik ini. Memang terlalu jauh kita memikirkan masyarakat kita jika dinamisasi masyarakat kampus kita sendiri tidak bisa berjalan. Pernah aku pikir untuk merubah kehidupan negara kita lakukan hal yang sederhana saja. seperti Kuliah baik-baik dapatkan prestasi yang baik. Lulus jadilah uasahawan baru nan kecil namun punya pola usaha yang berpihak dan tidak menindas suplier dan konsumennya. Jadilah pegawai negri yang tidak melulu main game di kantornya atau menghitung angka tak pasti dari judi togel. Menjadi birokrat yang memiliki cara pandang berbeda dengan birokrat lainnya. Atau jadilah ibu rumah tangga yang bisa mengajar ngaji anak-anak lingkungan sekitarnya. Atau menjadi teknokrat yang mampu mengelola satu wilayah kecil tanpa ada penggusuran. Atau menjadi dokter yang tidak memberi tarif mahal pada pasiennya. Atau menjadi arsitek yang mampu merancang rumah murah bagi rakyat indonesia. Atau menjadi ilmuwan yang mampu merancang teknologi sederhana dan alternatif bagi masyarakat kita.
Mulai dari bangku kuliah dan teman kuliah aku pikir itu gak muluk-muluk kecuali kita memang kalah dalam dunia kita sendiri, dunia mahasiswa.
Kau pasti tersenyum dengan kata-kataku diatas, tapi aku ingat hasil sebuah diskusiku dengan seorang kawan dari HMI Cabang Bandung satu tahun yang lalu, ada tiga tipe mahasiwa ikut pergerakan.
1. Beraktualisasi. ia mengaktualisasikan apa yang ia dapatkan dari ingkungan keluarga dan lingkungan kampusnya pada dunia gerakan.
2. Belajar. ia belajar untuk mendapatkan segala sesuatu yang dinilai baik dari dunia gerakan mahasiswa
3. Pelarian. ia melarikan diri dari segala masalah dikampusnya, dikeluarganya (seperti perselingkuhan ibunya atau bapaknya yang di penjara karena korupsi) atau dikosnya untuk hidup baru didunia yang baru. tanpa ide tanpa sumbangsih dengan banyak masalah.
Kawan pertanyaan terakhir untukmu adalah bagaimana sikap dan pemikiranmu terhadap kondisi saat ini ? aku sendiri punya dua hal yang mungkin bisa dijadikan bahan diskusi kita selanjutnya.
Pertama, untuk membuat Draft kebijakan energi
nasional secara menyeluruh, untuk mencukupi kebutuhan energi nasional untuk
sepuluh,dua puluh, lima puluh, seratus, seribu tahun kedepan.
Soal kemampuan HMI ataupun kalangan mahasiswa lain untuk membuat draft
tersebut jangan kaua tanyakan. Meski kita tak lupa bila selama ini gerakan mahasiswa termasuk HMI berhenti pada aksi penolakan, kemudian melemah seiring berjalannya waktu, kemudian menunggu moment untuk bangkit kembali.
Menurutku, bila mempertanyakan kemampuan mahasiswa bahwa apa yang bisa perbuat ? toh BBM pasti naik? merupakan sikap pesimis yang harus dibuang jauh-jauh dari semangat perubahan kita. Karena hal itu jelas menghambat Perubahan. Bukankah mahasiswa terkenal dengan agen perubahan “The Agent of Change!!!
So...., Kita harus yakin dan percaya diri dengan kemampuan kita. Bukankah sudah terbukti bahwa mahasiswa mampu melawan kediktatoran Orde Baru, walaupun reformasi yang kita rasakan saat ini adalah reformasi setengah hati dan mengecewakan kalangan mahasiswa (ini aku refleksikan dari sikap kita dalam momen mengenang reformasi dari tahun – ketahun)
Pemikiran tentang bagaimana merumuskan kebijakan
kompensasi yang cuma Rp 100.000/bulan itu tidak hanya berupa pembagian uang
saja yang sangat tidak mendidik, sekaligus cenderung alat legitimasi bagi
pemeriantah (money politik) pada rakyat miskin.
Mengingat penderitaan rakyat yang dalam ini sebagai korban dari kebijakan pemerintah yang tidak populis. Sekali lagi yang penting adalah ke keyakinan kita untuk merubah sesuatu yang tidak adil, sesuatu yang tidak pada tempatnya.
Minimnya partisipasi dari rakyat yang kita bela, dan ketidakpedulian pemerintah terhadap aksi-aksi kita. Itu terlepas dari niat kita yang menginginkan adanya popularitas, menjadi terkenal, dengan diliput media massa. Kemudian pemikiran untuk menjadi mahasiswa yang baik. Kuliah, belajar baik-baik untuk kemudian menerapkan ilmu kita pada masyarakat. Adalah realitas yaitu hasil kontruksi sosial yang masih sulit untuk kita lawan begitu kata kawan karibku disini. Bagaimana menurutmu ?
Yang jelas mahasiswa harus tetap bergerak, diam tertindas atau bersatu dan berjuang dengan satu kata LAWAN !!
Mungkin terlalu agak Idealis kata - kataku tadi.
Adalah hal yang perlu kita ingat, bila Romo Mangun sudah menerapkan itu, meskipun dia bukan aktivis HMI, PMII, BEM maupun GMNI apalagi GMKI. Dia belajar arsitektur dan menerapkan ilmunya itu untuk masyarakat kali code yang nyaris tergusur.
Diakhir rangkaian kata-kataku aku berpendapat, bahwa saat ini tinggal kemauan kita untuk berubah. Jika sudah ada kemauan, pasti
ada jalan. Tuhan tidak akan merubah nasib kita selain kita sendiri yang merubahnya dan Tuhan tidak akan membiarkan sendirian umat yang berjuang
dijalanNYA.
* Plt Presiden BEM UNPAR, Anggota HMI
0 comments:
Posting Komentar