Iklan

MENYONGSONG PERUBAHAN

contoh iklan

Belajar dari pengalaman, berguru pada zaman, menggali dari lingkungan, dan belajar dari diri sendiri, paling tidak itulah yang bisa dilakukan untuk memperbaiki diri. Belajar dari pengalaman adalah salah satu perbuatan yang bisa kita lakukan untuk melompati lubang kesalahan kedua, atau pun ketiga dan kesekian kalinya. Karena ada pepatah bahwa keledai pun tak akan jatuh terperosok pada lubang yang sama pada jalan yang sering dilaluinya, dan manusia bukan keledai.

Belajar dari zaman adalah belajar dari sejarah masa lalu, artinya dari pokok – pokok kejadian yang telah berlangsung dan menjadi sejarah, bisa kita jadikan ibroh sebagai kaca untuk kehidupan saat ini dan masa yang akan datang, sehingga kita bisa menjadi lebih baik dari waktu kewaktu. Belajar pada lingkungan bukan hal mustahil yang tidak bisa kita lakukan, belajar dari seorang teman yang senantiasa pada kebaikan. Belajar dari diri sendiri juga merupakan belajar untuk bisa memperbaiki diri. Inti nya adalah belajar untuk berubah, belajar dan belajar.
Bukan hal yang mustahil setiap manusia bisa merubah dirinya karena Tuhan sendiri telah menggariskan bahwa Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kita yang merubahnya. Tidak akan ada perubahan sedikitpun pada sesorang yang telah menjalankan puasa selama satu bulan penuh tanpa ada keinginan besar untuk merubah hari – hari setelah itu. Apabila tanpa kesadaran kita tak mau berubah, apakah hidup kita tidak lebih dari sebuah akumulasi kemunafikan, bermasyarakat dalam kemunafikan, berorganisasi dalam kemunafikan, atau bahkan beragama dalam kemunafikan.

Beragama dalam sebuah kemunafikan, adalah hal yang mungkin tidak lazim di sebutkan. Orang yang biasanya tak pernah ke surau, berbuat baik, menghindari maksiat, miras, judi, bahkan aturan di masyarakatpun dirubah, seperti pengendalian THM, tempat zina dan lain sebagainya. Padahal berbuat baik itu tidak hanya dilkukan saat saat tertentu, seperti bulan ramadhan, saat menjelang natal, ketika shalat jum’at ketika diruang sembahyang, ketika kita ditempat tempat suci pura, wihara gereja bahkan masjid. Sehingga bagaikan dalam sebuah kesurupan masal kita telah melakukan kemunafikan, karena hanya sedikit orang yang tidak melakukan itu. Bahkan kalau kita jujur saya dan pembaca sekalian juga masuk kedalam jamaah kemunafikan. Luar biasa, sangat spektakuler gerakan kemunafikan ini.

Meretas jalan perubahan setelah satu bulan memperbaiki diri di “bengkel” ramadhan sepertinya adalah hal yang sangat sulit, buktinya bisa kita ambil pada bulan setelah ramadhan. Tidak usah pada bulan yang jauh – jauh dari bulan ramadhan, menjelang ramadhan berakhir masyarakat kita telah mempolakan dirinya berlebih – lebihan, Syawal pun menjadi bulan tempat berlebih-lebihan, makanan dibuat melimpah dibeli baju yang baru, uang dihambur-hamburkan. padahal baru berapa saat kita tinggalkan ramadhan. Belum tujuh bulah kita berpisah dengan bulan yang katanya sebagai tempat untuk intropeksi diri terhadap ketamakan duniawi yang tidak wajar.
Satu minggu setelah ramadhan, masjid sepi kembali, jamaah sholat yang membludak, kuliah tujuh menit, siraman rohani televisi, acara penyejuk iman, kunjungan ke panti asuhan dan segunung kegiatan berbuat baik kita tiadakan lagi. Hingga saling memaafkan, bersilaturahmi, meminta maaf dan mengikirim ucapan mohon maaf lahir batin kepada tetangga, kerabat kenalan handai taulan pun seolah harus dilakukan saat hari raya idul fitri. Tidak kah jika diwaktu lain juga kita selalu berbuat baik, menhindari maksiat, saling memaafkan kita lakukan terus menerus.

Tanpa berlindung dari kalimat “ini kan waktu untuk pembelajaran, kita akan coba untuk memperbaiki diri dari hari - kehari” bukan kalimat itu yang diharapkan sekarang, tetapi langkah nyata dari seluruh elemen. Dari pihak MUI, NU, Muhamadiyah, Keuskupan, dan lembaga agama yang ada, adakan program semacam “ramadhan sepanjang tahun” atau apapun namanya. Karena kontruksi sosial yang terbangun entah sejak kapan, dan dari mana asal budaya seperti ini, yang berakar dari kemunafikan ini harus dibabat habis.

Pihak pemerintah pun sangat, tunjukan kepedulian sosial pemegang kekuasaan atas penderitaan rakyat, dengan keputusan yang berpihak pada rakyat kecil, bukan dengan menaikan harga BBM dan mempraktekkan money politik dengan kedok BLT, bukan dengan menaikan anggaran tunjangan pejabat ataupun anggota DPR yang sudah enak – enakan tidur di rumah gedong (mewah) dan bukan juga dengan kegiatan – kegiatan lips sekedar untuk menjaga popularitas biar dipandang lebih dekat dengan rakyatnya padahal sebaliknya.

Dalam salam salah satu perkataannya Nabi Muhammad SAW pernah mengatakan, ada tiga golongan manusia dalam menghadapi kehidupan sehari – harinya. Apabila hari ini lebih burk dari kemarin maka manusia tersebut termasuk kedalam golongan orang yang celaka, apabila hari ini tidak ada perubahan dari kemarin (stagnan) maka manusia tersebut termasuk dalam golongan orang merugi, sedangkan jika hari ini lebih baik dari hari yang kemarin maka manusia termasuk kedalam golongan orang yang beruntung.

Menjadi pertanyaan saat ini adalah akankah kita bersama lakukan kemunafikan ini terus menerus tanpa ada perubahan sedikitpun ? tanpa belajar dari pengalaman, berguru pada zaman, menggali dari lingkungan, dan belajar dari diri sendiri. Abdullah Gymnastiar “Aa Gym” berkata perubahan bisa kita mulai dari yang terkecil, dari saat ini, dan dari diri sendiri.
Semoga Tuhan memberikan kelapangan dada kepada kita untuk senatiasa berbuat baik sesuai perintahNya. Dengan Falsafah Hari Ini Harus Lebih Baik Dari Kemarin, kita singsingkan lengan baju, kita songsong perubahan. Yakin Usaha Sampai


* Plt Presma BEM UNPAR
Anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
Sebuah Tulisan Yang di terbitkan oleh Kalteng Pos Tepat pada Hari Raya Idul Fitri tahun 2005

contoh iklan

0 comments:

SOROTAN

Partai Ini Hemat Biaya Politik dengan Rapat via WhatsApp

Partai baru, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengklaim sebagai partai politik anak muda. Mulai dari ideologi, sampai menjalankan m...